Krisis identitas atau sekedar gaya?
Bisa dikatakan, aku adalah pemuja sepatu high
heels. Bukan karena 'mereka' cantik dan terlihat sangat menarik ketika di
pakai, tapi karena aku kurang percaya diri.
Ya, saat usia beranjak dewasa awal, dimana aku
sudah bisa 'melihat lingkungan sekitar'. Memiliki teman yang banyak dan
memiliki pasangan adalah suatu hal yang sangat membanggakan. Namun disisi lain,
ada yang begitu mengusikku. Aku mulai merasakan ada ketidakpercayaan diri
tentang tinggi badan saat berada di antara mereka.
Hanya penyesalan yang datang kala itu.
Menyalahkan diri, kenapa saat kecil dan beranjak remaja nggak melakukan
olahraga. Eh, aku olahraga sih, tapi ketika saat ada pelajaran olahraga dan mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler saja. Ekstra yang aku ambil adalah basket. Dengan
pendekku yang hanya 1,5 meter. Bayangin aja, dimana-dimana pemain basket itu
terkenal dengan sebutan sodaranya jerapah. Lha aku? Sekalipun ekstraku basket
kala itu, tidak mampu membuat tubuhku menjadi tinggi ala mbak Gigi Hadid.
Dan ketika aku beranjak dewasa awal, aku selalu
kesal pada diriku kalau sedang jalan-jalan sama orang-orang yang memiliki
tinggi lebih dari aku. Aku merasa, mereka seperti membawa bocah ke mall atau
kemanapun pergi.
Dan untuk pertama kalinya, aku mencoba memakai
sepatu high heels saat aku melakukan praktikum. Kesan pertama, aku nggak
munafik, sakit!. Iya, sakit banget. Karena belum terbiasa dan kedua salah beli
sepatu. Namanya juga anak kuliah, beli sepatu pokoknya bagus tapi murah. Eh
sampek sekarang sih -_-
Coba kalau jamanku sudah ada yang gencar promoin obat peninggi badan, uda ku beli kali ya. Sayangnya, dulu itu ekstrak kulit manggis yang lagi hits.
Tapi setelah aku memakai sepatu hitam dengan
jinjit yang tinggi nya sekitar 5 - 7 cm (seingatku), aku mulai merasa percaya
diri. Aku berasa tidak lagi jadi bocah saat berada di antara teman-teman. Dan
sejak itulah, aku mulai hunting sepatu berjinjit yang nyaman jika dipakai untuk
sekedar berlenggak-lenggok antara parkiran kampus - kelas - parkiran.
Setelah dirasa mulai nyaman, aku mulai
menyingkirkan apa itu flat shoes. Dan mulai mengkoleksi sepatu atau sandal high
heels. Bukan hanya itu juga, aku pun mulai memberanikan diri hanya sekedar window shopping di mall dengan
menggunakan high heels. Memang, sangat aneh sekali aku ini. Tapi dengan begitu,
rasa percaya diriku menjadi naik.
Aku bukan lagi bocah, pikirku! Haha..
Dan jangan lupakan hal gila yang pernah aku
lakukan adalah menjelajahi Museum Angkut yang memiliki luas berhektar-hektar
memakai sandal high heels. Hmm.. luar biasa bukan? Sebenarnya karna aku salah
kostum aja sih. Kalau yang belum tahu ceritanya, nih silahkan di baca di sini :)
Dari situ, temanku bilang aku miss high heels. Ya mungkin mereka
kagum, aku bisa berlenggok tanpa kesandung saat aku memakai high heels kesana
kemari, padahal di balik aku memakai high heels itu karena ada rasa
ketidakpercayaan dalam diriku. Karna notabene,
aku bukan super model yang biasa berjalan di stage. Bukan pula artis yang harus tampil sempurna di depan kamera.
Aku hanya seorang wanita dewasa awal yang menutupi rasa ketidakpercayaan
dirinya dengan memakai high heels agar terlihat 'setara' (tinggi badan) dengan
teman-teman yang lainnya.
Dari situlah, dari sebuah ketidakpercayaan diri
atau bisa dibilang kala itu aku lagi krisis identitas akan tinggi badanku,
kemudian menemukan kepercayaan diri melalui koleksi sepatu atau sandal high
heels yang ku miliki berubah menjadi gaya hidup. Dimana aku menjadi wanita yang
amat ogah sama sendal jepit. Pokoknya harus ber jinjit sekalipun cuma 3cm atau
5cm.
Karena kemana-mana kakiku tidak lepas dari sandal atau sepatu berjinjit, aku sampai di bully. Yang katanya "sok" lah dan bahkan kakakku sendiri menertawakan gaya alas kakiku -_-. Mereka sering ngeledekin gimana kalau aku berjalan di atas tanah sawah yang gembur dan kemudian mereka berjalan di belakang sambil menaburi biji padi. Wow! Luar biasaaaaa~~
Karena kemana-mana kakiku tidak lepas dari sandal atau sepatu berjinjit, aku sampai di bully. Yang katanya "sok" lah dan bahkan kakakku sendiri menertawakan gaya alas kakiku -_-. Mereka sering ngeledekin gimana kalau aku berjalan di atas tanah sawah yang gembur dan kemudian mereka berjalan di belakang sambil menaburi biji padi. Wow! Luar biasaaaaa~~
Tapi semua berubah ketika ada sebuah kejadian
saat aku melakukan perjalanan religi. Wisss.. perjalanan religi~ alamak..
bahasaku kok menggelikan, haha! Saat melakukan perjalanan itu, aku tetap
memilih alas kaki yang berhak. Ya sekalipun wedges - yang mana aku amat tidak
menyukai sepatu atau sandal wedges - pokoknya aku tetap terlihat tinggi. Aku
tanpa pikir panjang, beli sepatu asal-asalan dan ku pakai kemanapun ketika
disana.
Namun, Tuhan menghendaki lain. Tumit kananku
lecet. Aku yang selalu mengira lecet karena sepatu baru adalah hal yang lumrah
dan wajar, aku pun mengabaikan.
Ah gapapa.. besok paling baikan, pikirku begitu.
Hingga aku mendarat cantik di rumah, tumitku
tak kunjung sembuh. Bahkan luka mulai melebar kemana-mana dan kaki pun mulai
bengkak. Sehari dua hari, tiga hari hingga satu mingguan, jalanku mulai
terseok-seok. Dibuat berdiri 10 menit saja sudah mulai 'kemeng'. Aku pun ke dokter. Tapi faktanya, sembuhnya hingga
berbulan-bulan. Aku mulai meninggalkan heelsku yang cantik-cantik dan beralih
ke sandal jepit dan untuk kerja cuma memakai flat shoes.
Aku sampai frustasi. Dan drama dalam diriku pun
dimulai. "apakah aku tidak bisa
jalan dengan normal lagi?" sambil terisak. Tapi yang paling aku
tangisi ketika bangun tidur selain karna kaki amat terasa sakit yang luar biasa
saat di gerakkan, aku juga menangisi kalau kenyataannya pagi ini aku belum bisa
memakai high heelsku lagi. Drama sekali memang :’)
Hampir dua bulan untuk mengembalikan tumitku
seperti sedia kala. Namun lagi-lagi aku harus mengubur mimipiku untuk pagi hari
itu memakai high heels saat kerja. Karena, untuk pertama kalinya dalam sejarah
hidupku, kakiku 'cantengan'. Oh
Tuhan, cobaan apalagi ini! :’)
Aku kembali ke dokter untuk mengobati penyakit,
yang katanya orang 'iyuuuh' itu.
Sambil di bersihkan, dokter memberi petuah "mulai sekarang dikurangi pemakaian
sepatu ukuran sempit", aku pun oke. Ya sapa juga yang suka sama sepatu
sempit? Tanpa dikasih tau pun, semua orang juga tau jika sepatu sempit itu
menyakitkan di kaki. Namun bukan itu yang bikin aku rasanya ingin menangis,
dokter nambah lagi "jangan pakai sepatu high heels. Itu nggak bagus buat
kaki kamu, klo kamu pernah cantengan begini. Nanti bisa cantengan lagi"
Tuhaaaan... :')
Tuhaaaan... :')
Oke, mungkin aku lagi main sinetron Indosiar
"Seorang wanita yang suka memakai sepatu jinjit tanpa mengenal tempat,
langsung diberi adzab di dunia". Oke baik! Pokok pake heels nggak sambil
naik elang aja :’)
Setelah pikir panjang, aku mulai nggak
beli-beli lagi sepatu atau sendal high heels. Lumayan. Hemat isi dompet. Hmm..
ada hikmahnya juga :') Sekarang, pake heels sih masih
pake ya kalau di tempat kerja. Eh tapi di tempat kerja lebih sering ke sendal
jepit sih, haha.. jadi sekarang lebih milih ke flat shoes, sneakers dan bahkan
sendal jepit yang aku baru merasakan bahwa dia sangat nyaman.
Intinya gini, setiap manusia ada rasa keinginan
yang luar biasa tidak bisa ditahan. Seperti aku, cara mudah buat terlihat
tinggi adalah tergoda buat make high heels. Mungkin dulu kalau sudah ada
mbak-mbak anonim yang nawarin peninggi badan, mungkin uda tergoda buat beli. Jadi
aku keranjingan beli heels. Kemana-mana pake heels. Uda berasa sok iye gitu.
Dan ketika ada masanya dimana aku diberi musibah, secara nggak langsung aku di
sadarin "kasian tuh kakinya kalau kemana-mana pake heels". Ketika
itu, aku mulai ngurangi pemakaian sendal atau sepatu yang berhak tinggi. Bukan
karna aku takut sakit lagi tumitku, eh tapi emang iya semoga ga sakit lagi yaa. Tapi karena lebih mikir "udahlah ya.. dikasih tinggi segini ya disyukuri aja".
Kalau keinginan make heels yang lucu-lucu
sampai sekarang ya masih tetep ada. Tapi sekarang lebih bisa me-repres diri buat memilah-milah "ini dibutuhin banget apa nggak
nih?". Jadi kalau nggak butuh-butuh banget, ya nggak dibeli. Jadi
yauda.. keinginan beli heels terbuang jauh-jauh sekalipun pengen banget.
Alhamdulillah :')
Ya seperti kata-kata yang sering terdengar “Allah
itu memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”. Jadi kalau
butuh banget sama high heels, pasti di kasih sama Tuhan kok. Apasih -_- Jaka sembung berombak, ngga nyambung.. mbaaaak
:’)
No comments: